SHALAT ADALAH BAGIAN DARI JAWABAN ALLAH ATAS PERMINTAAN PETUNJUK DARI ORANG-ORANG BERIMAN. KEPADA SIAPA PERMINTAAN ITU DIMINTA DAN SEPERTI APA PERMINTAAN YANG DIAJUKAN, KITA SIMAK SURAH AL FATIHAH (PEMBUKA), SEMOGA HATI DAN PIKIRAN KITA DAPAT TERBUKA:
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (1:1)
Segala puji bagi Allah Tuhan Pemelihara semesta alam (1:2)
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (1:3)
Yang menguasai hari pembalasan (1:4)
Hanya kepada Engkaulah kami mengabdi dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan (1:5)
Tunjuki kami jalan yang lurus (benar) (1:6)
(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat atas mereka,\bukan (jalan) orang-orang
yang dimurkai atas mereka dan bukan (jalan)orang-orang yang sesat (1:7)
Pada ayat 1-4, di situ ada Allah, Ar Rahman, Ar Rahim, Al Hamid, Al Malik. Pengenalan terhadap Allah dan sifat-sifatNya merupakan awal agama (awaluddin ma'rifatullah), kata seorang guru Agama. Pengenalan tersebut membawa manusia beriman kepada kesadaran perlunya mengabdi, tegasnya menghamba, kepada Al Malik. Karena manusia yang butuh, maka mereka minta petunjuk cara menghambakan diri, yang terangkum dalam ayat 5-7.
Jawaban Allah atas permintaan petunjuk cara menghambakan diri yang diajukan orang-orang yang beriman diberikan pada surah Al Baqarah ayat 1-5, dan petunjuk yang sama dengan redaksi sedikit berbeda diberikan pada surah Lukman, juga pada ayat 1-5: Alif lam mim (2:1).
Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, (sebagai) petunjuk bagi orang-orang yang takwa (2:2).
(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang gaib dan yang mendirikan
shalat dan yang menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka (2:3). Dan orang-orang yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu dan mereka yakin terhadap hari akhirat (2:4).
Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (2:5).
Alif lam mim (31:1)
Alif lam mim (31:1)
Inilah ayat-ayat Al Qur'an (tilka ayatu al-kitabi) yang mengandung hikmat (31:2).
Menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (31:3).
(Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan mereka meyakini (kehidupan) akhirat (31:4).
Mereka itulah (orang-orang) yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (31:5).
Petunjuk yang Allah berikan adalah Kitab (Al Qur'an)(2:2) dan ayat-ayat Kitab (Al Quran)(31:2).
Agar orang-orang yang beriman mendapat petunjuk, yaitu mentaati petunjuk yang diberikan, maka mereka harus mendirikan shalat. Jika demikian halnya, agar mudah dimengerti, seharusnya tak dikatakan mendirikan shalat, tetapi mendirikan petunjuk. Tidak sesederhana itu. Orang-orang yang beriman teramat sangat beragam, pria, wanita, beragam tingkat umur, beragam profesi, beragam masalah, beragam kemampuan, dan berbagai keragaman lainnya. Mereka semua minta petunjuk kepada Allah. Setiap individu beriman adalah khas dan memiliki kekhususan sendiri-sendiri, dan jika setiap individu diberi petunjuk sendiri-sendiri maka tidak terbayangkan betapa rumitnya kitab petunjuk yang harus diberikan. Karena itu, secara kolektif dijawab oleh Allah: Ini Kitab (2:2), ini ayat-ayat Kitab (31:2) sebagai petunjuk. Petunjuk tersebut tentunya harus ditaati sebagai wujud penghambaan orang beriman kepada Allah. Mentaati petujuk oleh setiap individu itulah yang diistilahkan dengan mendirikan shalat. Tidak dikatakan mendirikan petunjuk, karena petunjuk kolektif berupa Kitab atau ayat-ayat Kitab tidak semuanya harus ditaati. Berhenti mengutib riba misalnya, hanya harus ditaati oleh rentenir. Orang beriman lainnya tidak perlu harus jadi rentenir dahulu, setelah itu berhenti mengutib riba, hanya untuk mentaati petunjuk yang memerintahkan agar berhenti mengutib riba. Mendapat petunjuk dalam uraian di atas dimaknai sebagaim entaati petunjuk dipahami dari ayat berikut: Katakanlah: "Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, maka jika kamu berpaling, maka sesungguhnya atas rasul itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan (kewajiban) atas kamu yang dibebankan
atasmu, dan jika kamu mentaatinya (tentu) kamu mendapat petunjuk, danntidaklah (kewajiban) atas Rasul itu kecuali penyampaian (amanat Allah) dengan terang" (24:54).
Ketaatan terhadap petunjuk secara individu, atau mendirikan shalat, diwujudkan dengan berbagai cara. Dalam berdagang misalnya, diperintahkan jujur dan tidak curang, seperti dijelaskan dalam ayat berikut :
Kecelakaan bagi orang-orang yang curang (83:1) (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi (83:2) Dan apabila mereka menakar untuk orang lain atau mereka menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (82:2).
Pedagang banyak ragamnya, antara lain: pedagang minyak dan pedagang daging. Pedagang minyak mendirikan shalat dengan menakar minyak dagangannya dengan cukup, dan pedagang daging mendirikan shalat dengan menimbang daging yang dijualnya dengan cukup. Hal tersebut merupakan shalat utama pedagang minyak dan pedagang daging, disamping tentunya banyak lagi shalat lainnya yang harus mereka dirikan tergantung situasi kehidupan yang mereka hadapi. Agar dapat mendirikan shalat maka petunjuk dalam Kitab harus dibaca. Demikian yang dijelaskan dalam Al Qur'an: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, dan sungguh mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (29:45).
Sesungguhnya orang-orang yang (selalu) membaca kitab Allah dan mereka mendirikan shalat dan menafkahlan sebagian rezki yang telah Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi (35:29). Jelas dan tegas kedua ayat di atas menyatakan membaca Kitab merupakan langkah awal dalam mendirikan shalat. Apa yang dijelaskan oleh Al Qur'an tersebut berbeda dengan ritual shalat yang umum dilakukan, yaitu Al Qur'an dibaca ketika sedang shalat. Mengikuti Al Qur'an, membaca Kitab sebelum mendirikan shalat akan sangat memudahkan memperoleh berbagai petunjuk dan penjelasan yang diperlukan. Dalam membaca Kitab, jika ada yang tidak dimengerti akan sangat leluasa membuka buku lainnya yang diperlukan atau bertanya, sementara membaca Kitab (Al Qur'an) ketika sedang ritual shalat, gerak sangat terbatas dan tidak boleh bertanya ketika petunjuk yang ada dalam Al Qur'an yang dibaca tidak dipahami. Hal lainnya yang berbeda, pada berbagai Ayat yang telah dikemukakan, dijelaskan bahwa shalat berkaitan sangat erat dengan Kitab, bukan dengan rukuk dan sujud seperti pada ritual shalat.
Ayat berikut secara spesifik lebih memperjelas hubungan yang sangat erat antara shalat dengan Kitab: Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Kitab dan mereka mendirikan shalat, sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan (7:170). Di dalam ilmu Hakikat Insan ( ilmu pengenalan diri ) yg berlandaskan kepada alqur'an, manusia itu terbentuk dari 4 unsur : air, api, angin dan tanah..utk penjelasan ini saya akan konsultasikan terlebih dahulu kepada guru kebatinan saya. intinya sholat bukan utk menyembah hal2 lain selain ALLAH. Jadi bagi netter2 diatas kalau belum mempunyai dalil dan bukti yg bilang " maen jiplak lah, maen comot lah " mending Dipikirin lagi Dirikanlah sholat, sungguh ini merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman Qs. 4 an-nisaa’ :103- 104 Hai orang-orang yang beriman, Ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu ; Berbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan - Qs. 22 al-hajj : 77
Istilah Sholat berasal dari kata kerja Shalaah (yang menyatakan suatu perbuatan) dan orang yang melakukannya disebut Mushallin, sementara pusat tempat melakukannya disebut Musholla. Kecuali bagi orang yang mushollin (yang mengerjakan sholat) – Qs. 70 al-Ma’arij : 22 Jadikanlah sebagian dari maqam Ibrahim itu musholla (tempat sholat) – Qs. 2 al-Baqarah: 125. Sholat merupakan suatu perbuatan memuliakan Allah yang menjadi suatu tanda syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan yang telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad Saw yang tidak boleh dirubah kecuali ada ketentuan-ketentuan yang memang memperbolehkannya[1]. Perintah sholat sendiri sudah harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda Islam agar kelak dikemudian hari mereka tidak lagi merasa canggung, malu atau malah tidak bisa melakukannya Dari Amer bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, berkata :
Rasulullah Saw bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat disaat mereka berumur 7 tahun dan pukullah mereka jika tidak mengerjakannya saat mereka berumur 10 tahun’ - Hadis Riwayat Ahmad dan abu daud Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya - Qs. 20 thaahaa: 132 Dari Hadis kita mendapati bahwa mendirikan sholat sudah ditekankan mulai umur 7 tahun dan bila sampai usia 10 tahun belum juga melaksanakannya maka kita seyogyanya mulai diberi penegasan berupa pukulan sampai mereka mau mendirikannya. ; Tentu pukulan yang dimaksud disini tidak dengan tujuan menyakiti apalagi sampai pada tingkat penganiayaan, namun sekedar memberi pengajaran dan peringatan agar mau dan tidak malas untuk sholat. Bukankah secara paradoks siksa Allah jauh lebih keras dari sekedar pukulan yang kita berikan dalam rangka menyayangi anak-anak kita dan menghindarkan mereka dari azab Allah ? Jagalah dirimu dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong Qs. 2 al-Baqarah : 48 Namun al-Quran juga disatu sisi tidak menjelaskan secara detil sejak kapan dan bagaimana teknis pelaksanaan Sholat yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Meski demikian al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya[2], kepada Nabi Syu’aib[3], kepada Nabi Musa[4] dan kepada Nabi Isa al-Masih[5]. Pernyataan al-Qur’an tersebut dibenarkan oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam. Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah Perjanjian Lama – Kitab Keluaran 34:8 Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Perjanjian Lama – Kitab Mazmur 95:6 Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah Perjanjian Lama – Kitab Yosua 5:14
Tetapi Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di antara kedua lututnya Perjanjian Lama – Kitab I Raja-raja 18:42 Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan, lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka. Perjanjian Lama – Kitab Bilangan 20:6 Kemudian ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya lalu ia berlutut dan berdoa - Perjanjian Baru – Injil Lukas 22:41 Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa - Perjanjian Baru – Injil Markus 14:35 Dari kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang jaman, sebagaimana firman-NyaSebagai ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan menemukan perubahan Bagi ketentuan ALLAH itu - Qs. 48 al-fath: 23 Kisah perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan istilah Isra’ dan Mi’raj yang menceritakan awal diperintahkannya Sholat kepada Nabi Muhammad sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis yang dianggap shahih atau valid oleh sejumlah ulama secara logika justru mengandung banyak ketidaksesuaian dengan fakta sejarah dan ayat-ayat al-Quran sendiri.
Menurut hadis, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat, dimana peristiwa ini justru menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang istri tercinta dan juga paman beliau, Abu Thalib dimana tahun ini disebut dengan tahun duka cita atau aamul ilzan[6]. Sementara sejarah juga mengatakan bahwa jauh sebelum terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan Sholat berjemaah dengan Khadijjah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh Ali bin abu Thalib yang kala itu masih remaja[7]. Logikanya perintah Sholat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ dan Mi’raj namun jauh sebelum itu, apalagi secara obyektif ayat al-Qur’an yang menceritakan mengenai peristiwa Mi’raj sama sekali tidak menyinggung tentang adanya pemberian perintah Sholat kepada Nabi.[8] ; Pada kedua surah tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah dialam semesta sekaligus merupakan kali kedua bagi Nabi melihat wujud asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya pernah beliau saksikan saat pertama mendapat wahyu di gua Hira. Selain itu, diluar hadis Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah Sholat pada peristiwa tersebut, Imam Muslim dalam musnadnya ada meriwayatkan sebuah hadis lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan cerita Mi’raj namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Sholat dari malaikat Jibril. Dari Abu Mas’ud r.a. katanya : Rasulullah Saw bersabda : turun Jibril, lalu dia menjadi imam bagiku Dan aku sholat bersamanya, kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya Nabi menghitung dengan lima anak jarinya - Hadis Riwayat Muslim[9] Jika demikian adanya, bagaimana dengan kebenaran hadis yang dipercaya oleh banyak orang bahwa perintah Sholat baru diperoleh Nabi sewaktu isra’ dan mi’raj ? Mungkin kedengarannya ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan validitas hadis-hadis tersebut bukanlah perbuatan yang tercela apalagi berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas, para perawi hadis tetaplah manusia biasa seperti kita adanya, mereka juga bisa salah baik disengaja apalagi yang tanpa mereka sengaja atau sadari, adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan kesalahan pada riwayat hadis yang mereka lakukan tentunya dengan tetap menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah mengampuni kesalahannya.
Beberapa kejanggalan variasi cerita Isra’ dan Mi’raj diantaranya sebut saja kisah Nabi Muhammad dan Buraq ketika berhenti di Baitul maqdis dan melakukan sholat berjemaah didalam masjidil aqsha bersama arwah para Nabi sebelumnya, padahal sejarah mencatat bahwa masjid al-aqsha baru dibangun pada masa pemerintahan Khalifah umar bin khatab tahun 637 masehi saat penyerbuannya ke Palestina yang mana notabene saat itu Nabi Muhammad sendiri sudah cukup lama wafat, beliau wafat tahun 632 masehi. Cerita sholatnya Nabi Muhammad dan para arwah inipun patut mengundang pertanyaan, sebab Nabi sudah melakukan sholat (menurut hadis itu malah raka’atnya berjumlah 2) sehingga pernyataan Nabi menerima perintah Sholat saat Mi’raj sudah bertentangan padahal kisah ini terjadi detik-detik sebelum mi’raj itu sendiri.
Belum lagi cerita sholatnya para arwah Nabi pun rasanya tidak bisa kita terima dengan akal yang logis, masa kehidupan mereka telah berakhir sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan mereka sendiri sudah menunaikan kewajiban masing-masing selaku Rasul Allah kepada umatnya, perlu apa lagi mereka yang jasadnya sudah terkubur didalam tanah itu melakukan sholat ? Setelah selesai sholat berjemaah, lalu satu persatu para arwah Nabi dan Rasul itu memberi kata sambutannya … sungguh suatu hal yang terlalu mengada-ada, karena jumlah mereka ada ribuan yang berasal dari berbagai daerah dibelahan dunia ini, baik yang namanya tercantum dalam al-Quran ataupun tidak[10], berapa lama waktu yang habis diperlukan untuk mengadakan kata sambutan masing-masing para arwah ini ? Jika dimaksudkan agar semua Nabi dan Rasul itu bertemu dan bersaksi mengenai kebenaran Muhammad, ini dibantah oleh al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa pada masa kehidupan mereka dan pengangkatan mereka selaku Nabi dan Rasul, Allah telah mengambil perjanjian dari mereka mengenai akan datangnya seorang Rasul yang membenarkan ajaran mereka sebelumnya lalu terdapat perintah tersirat agar mereka menyampaikan kepada umatnya masing-masing : Dan ketika Allah mengambil perjanjian terhadap para Nabi : ‘Jika datang kepadamu Kitab dan Hikmah, lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa-apa yang ada tentang diri kamu, hendaklah kamu imani ia secara sebenarnya.’ ; Dia bertanya : ‘Sudahkah kalian menyanggupi dan menerima perjanjian-Ku tersebut ?’ ; Mereka menjawab : ‘Kami menyanggupinya !’ ; Dia berkata : ‘Saksikanlah ! dan Aku bersama kamu adalah dari golongan mereka yang menyaksikan !’ - Qs. 3 ali imron: 81.
Puncak kemustahilan cerita dari hadis-hadis mi’raj adalah saat Nabi Muhammad diberitakan telah bolak balik dari Allah ke arwah Nabi Musa untuk penawaran jumlah sholat yang semula 50 kali menjadi 5 kali dalam sehari semalam, apakah sedemikian bodohnya Nabi Muhammad itu sehingga dia harus diberi saran berkali-kali oleh arwah Nabi Musa agar mau meminta keringanan kepada ALLAH sampai 9 kali pulang pergi ? Tidakkah kekurang ajaran arwah Nabi Musa dalam cerita tersebut dengan menganggap Allah juga tidak mengerti akan kelemahan dan keterbatasan umat Nabi Muhammad sebab tanpa dipikir dulu telah memberi beban kewajiban yang pasti tidak mampu dikerjakan oleh mereka sehingga arwah Nabi Musa itu harus turut campur memberi peringatan kepada Allah dan Nabi Muhammad lebih dari sekali saja sebagai suatu indikasi israiliyat (hadis buatan orang-orang Israel atau Yahudi yang sengaja dibuat untuk tetap memuliakan Nabi Musa diatas yang lain) ? Apakah hadis-hadis yang demikian ini masih akan diterima dan dipertahankan hanya untuk mempertahankan dalil turunnya perintah Sholat, sementara al-Qur’an sendiri yang nilai kebenarannya sangat pasti justru tidak berbicara apa-apa tentang hal tersebut ? Tidak diragukan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan Isra’ dan Mi’raj karena hal ini ada didalam al-Quran dan bisa dianalisa secara ilmiah, tidak perlu diragukan pula bahwa Sholat merupakan salah satu kewajiban utama seorang muslim sebab inipun banyak sekali ayatnya didalam al-Quran dan hadis-hadis lain, bahkan sholat merupakan tradisi yang diwariskan oleh semua Nabi dan Rasul dalam semua jamannya. Hanya saja itu tidak berarti kaum muslimin bisa menerima semua riwayat hadis yang isinya secara jelas mempunyai pertentangan dengan al-Quran dan logika, sehingga akhirnya hanya akan menyerahkan akal pada kebodohan berpikir, padahal Allah sendiri mewajibkan manusia untuk berpikir dan berdzikir didalam membaca ayat-ayat-Nya. [1] Misalnya jika sakit boleh sholat dengan cara duduk, berbaring hingga hanya dengan kedipan mata saja [2] Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55[3] Lihat surah 11 Huud ayat 87 [4] Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14 [5] Lihat surah 19 Maryam ayat 31 [6] Drs. Abu Ahmadi, Mutiara isra’ mi’raj, Penerbit Bumi Aksara, hal. 27 [7] Muhammad Husain Haekal , Sejarah Hidup Muhammad, edisi besar, Penerbit Litera antar Nusa, 1998, hal. 87 – 88 [8] Lihat surah 17 al-israa ayat 1 dan surah 53 an-najm ayat 13 s/d 18
[9] Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shahih Muslim III, Bagian ke-26, Waktu Sembahyang Fardu dan Kiblat,
Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1979, hal. 170 (Yadhi Freecom),